+ All Categories
Home > Documents > Abses Serebri Desi

Abses Serebri Desi

Date post: 30-Sep-2015
Category:
Upload: desi-adiyati
View: 48 times
Download: 5 times
Share this document with a friend
Description:
abses serebri
48
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. S Jenis kelamin : Permpuan Usia : 52 tahun Agama : Islam Suku bangsa : Jawa Pendidikan : SMA Pekerjaan : ibu rumah tangga Alamat : ASPOL 002/002 Sudimara Barat Ciledug Status marital : Menikah Tanggal masuk RS : 8 April 2015 Tanggal pemeriksaan : 9 April 2015 II. ANAMNESIS ( Autoanamnesis & Alloanamnesis) Keluhan Utama nyeri kepala menyeluruh sejak 1 bulan SMRS Keluhan Tambahan Anggota gerak badan bagian kanan terasa lemah sejak 2 minggu SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan nyeri kepala secara menyeluruh sejak 1 bulan SMRS, awalnya nyeri yang dirasakan hanya saat pasien dalam keadaan
Transcript

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama: Ny. S

Jenis kelamin: Permpuan

Usia: 52 tahun

Agama: Islam

Suku bangsa: Jawa

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: ibu rumah tangga

Alamat: ASPOL 002/002 Sudimara Barat Ciledug

Status marital: Menikah

Tanggal masuk RS: 8 April 2015

Tanggal pemeriksaan: 9 April 2015

II. ANAMNESIS ( Autoanamnesis & Alloanamnesis)

Keluhan Utama

nyeri kepala menyeluruh sejak 1 bulan SMRS

Keluhan Tambahan

Anggota gerak badan bagian kanan terasa lemah sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan nyeri kepala secara menyeluruh sejak 1 bulan SMRS, awalnya nyeri yang dirasakan hanya saat pasien dalam keadaan sujud dan akan menghilang dengan sendirinya (yaitu tidak dalam posisi sujud). Namun nyeri tersebut bertambah intensitasnya dengan waktu yang tidak tertentu sejak 2 minggu SMRS, walaupun pasien dalam keadaan istirahat nyeri tersebut masih dapat muncul sehingga terkadang pasien sulit untuk melanjutkan aktivitasnya. Nyeri yang dirasakan seperti tertekan di bagian seluruh kepala, hilang timbul dan tidak terdapat pemicu yang spesifik. Pasien juga merasakan adanya rasa nyeri pada bagian wajah (pipi kanan & kiri), kening sejak 3 bulan SMRS yang hilang timbul, ia juga merasanya adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena nyeri yang dialaminya.

Selain itu suami dari pasien mengaku bahwa anggota gerak badan yaitu tangan dan kaki bagian kanan terasa lebih lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari semakin lemah, sehingga membuat pasien sulit untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit untuk berjalan. Suami dari pasien juga merasakan bahwa ekspresi muka bagian kanan pasien lebih tertinggal dibandingkan yang kiri (khususnya bagian mulut), hal ini dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pasien juga memiliki adanya gaya berbicara yang tidak seperti biasanya (seperti cadel) sejak 1 minggu SMRS, sehingga terkadang suami pasien sulit untuk menginterpretasikan omongan dari pasien.

Selain itu suami pasien juga mengatakan bahwa 2 minggu belakangan ini BAK pasien sulit terkontrol sehingga pasien sering sekali mengompol di luar kendali, walaupun frekuensi BAK pasien masih termasuk dalam batas normal (4-5 kali sehari) dengan warna kuning jernih tanpa ada darah. BAB pasien dalam batas normal. Karena keluhan-keluhan tersebut, membuat suami pasien membawa pasien ke RS Siloam, dan sempat dirawat inap selama 1 malam dan dilakukan pemeriksaan MRI kepala serta foto rontgen bagian dada. Namun pasien memutuskan pulang paksa dan berpindah ke RS POLRI, dikarenakan status ekonomi.

Suami pasien mengaku bahwa pasien belum pernah mengalami gejala-gejala tersebut sebelumnya. Dan selama gejala yang dialami, pasien belum pernah mengobatinya. Pasien menyangkal adanya penurunan kesadaran (pingsan) sebelum atau selama gejala yang dialami. Ia juga menyangkal adanya muntah tiba-tiba tanpa adanya rangsangan. Pasien menyangkal adawanya riwayat kejang sebelumnya. Ia juga menyangkal adanya demam, batuk lama, sesak nafas, keringat malam, ataupun penurunan berat badan atau nafsu makan sebelumnya. Pasien juga menyangkal adanya riwayat infeksi sebelumnya seperti infeksi telinga, hidung, ataupun gigi. Suami dari pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun sebelumnya, sehingga pasien juga tidak pernah diopname selama hidupnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi

- Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung

- Pasien menyangkal adanya riwayat Diabetes Melitus

- Pasien menyangkal adanya riwayat trauma

- Pasien menyangkal adanya riwayat kejang

- Pasien menyangkal adanya riwayat infeksi yang lama

- Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit paru

- Pasien menyangkal adanya riwayat alergi

- Pasien menyangkal adanya riwayat opname

- Pasien menyangkal adanya riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka lama

Riwayat Penyakit Keluarga

-Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala seperti pasien.

- Riwayat keganasan, darah tinggi, kencing manis, kolesterol, dan kelainan jantung pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan / Pola Hidup

- Pasien tidak merokok, meminum alkohol, atau mengkonsumi obat- obatan terlarang

- Pola makan : makan teratur setiap hari (daging, sayur)

- Pola olahraga : senam seminggu sekali (sudah dijalankan selama setahun)

III. PEMERIKSAAN FISIK (9 April 2015)

a) Status Generalisata

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran: Compos Mentis (GCS: 15 ( E4 M6 V5))

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi: 72 x/menit

Pernapasan: 20x /menit

Suhu: 36,8(C

Kepala: Normocephal, tidak terdapat jejas, distribusi rambut merata.

Mata:

- Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

- Pupil ( : 3mm / 3mm, isokor

- Refleks cahaya langsung, tidak langsung ++/++

Telinga:

- Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-

Hidung:

- Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada luka dan perdarahan.

Mulut:

- Bibir deviasi ke kanan, lidah deviasi ke kanan, bibir, gusi, lidah, dan faring berwarna merah muda; papil lidah (+); hipertrofi gusi (-) cheilosis(-); uvula di tengah; pharinx hiperemis (-); tonsil T1/T1

Leher:

- Tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thorax:

- Inspeksi ( simetris dalam keadaan statis/dinamis

- Palpasi( fremitus normal, kanan = kiri

- Perkusi( sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi

( jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)

( paru : bunyi vesikuler, wheezing (-), ronchi (-)

Abdomen:

- Inspeksi : datar, kaput medusa(-).

- Auskultasi : bising usus (+)

- Perkusi : timpani di 9 regio abdomen

- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) ; hepar dan lien tidak teraba

Punggung:

- Tidak terdapat luka dan deformitas.

Ekstremitas:

- Akral hangat, bentuk normal, tidak terdapat deformitas, cyanosis, bekas luka maupun benjolan. Capillary refill time < 2 detik.

b) Status Neurologis

Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk: (-)

Laseque: (-)

Kernique: (-)

Brudzinski I: (-)

Brudzinski II: (-)

Brudzinski III: (-)

Brudzinski IV: (-)

Saraf kranialis:

- Nerve I (Olfactorius) :

Tidak ada kelainan

- Nerve II (Opticus) :

OD / OS : Visus dalam batas normal. Refleks cahaya langsung dan tak langsung dalam batas normal.

- Nerve III (Okulomotor), IV (Troklearis), VI (Abdusen) :

Celah kelopak mata normal, tidak ada ptosis.

Pupil bulat, isokor ( : 3mm / 3mm

Pergerakan kedua bola mata normal.

- Nerve V (Trigeminal)

Sensorik :

V1 : Normal.

V2 : Normal.

V3: Normal.

Motorik :

Menggigit : tidak maksimal, mulut bagianan kanan lebih tertinggal.

Membuka rahang : baik

- Nerve VII (Facialis)

Sensorik :

Pengecapan 2/3 ant lidah : Baik.

Motorik :

Mengangkat alis : bagian kanan sedikit tertinggal

Mengembung pipi : kekuatan mencembungkan pipi pada sebelah kanan lebih lemah daripada yang kiri.

Mencucu : terdapat kelemahan bibir ke kanan

Meringis : terdapat kelemahan bibir ke kanan

- Nerve VIII (Vestibulocochlear)

Gesekkan jari AD / AS : baik

Rinne Test : +

Post-pointing tangan kanan&kiri: baik

- Nerve IX (Glosofaringeal)

Sensorik :

Pengecapan 1/3 posterior lidah baik.

Motorik :

Refleks menelan baik.

- Nerve X (Vagus)

Tidak terdapat disfonia maupun disfagia.

Refleks muntah : Baik.

Arkus faring : Simetris.

Letak uvula : Di tengah.

- Nerve XI (Asesorius)

Mengangkat bahu : bahu bagian kanan tertinggal

Memalingkan kepala : Baik.

- Nerve XII (Hipoglosus)

Deviasi lidah: deviasi ke kanan

Atrofi/fasikulasi/tremor lidah : (-) / (-) / (-)

Artikulasi : kurang jelas

Pemeriksaan Motorik

- Kekuatan Motorik:

3333

5555

3333

5555

- Tonus :

Lokasi

Kanan

kiri

Ekstremitas atas

Normotonus

normotonus

Ekstremitas bawah

normotonus

normotonus

- Trofi:

Lokasi

Kanan

kiri

Ekstremitas atas

Eutrofi

eutrofi

Ekstremitas bawah

Eutrofi

eutrofi

- Refleks fisiologis:

Ekstremitas Atas

Biceps: +2 / +2

Triceps: +2 / +2

Ekstremitas Bawah

Patella: +2/ +2

Achilles: +2 / +2

- Refleks patologis:

Ekstremitas Atas

Hoffman: + / -

Trommer: +/ -

Ekstremitas Bawah

Babinski : + / -

Schaefer : + / -

Chaddock : + / -

Oppenheim : + / -

Gordon: + / -

Klonus

Patella: - / -

Achilles: - / -

- Pemeriksaan sensorik:

Ekstremitas Atas

Raba: Normoestesia/Normoestesia

Nyeri: Normoalgesia/Normoalgesia.

Getar: Tidak diperiksa.

Suhu: Tidak diperiksa.

Propioseptif : Normal.

Diskriminasi dua titik : Normal.

Ekstremitas Bawah

Raba : Normoestesia/Normoestesia.

Nyeri : Normoalgesia/Normoalgesia.

Getar : Tidak diperiksa.

Suhu : Tidak diperiksa.

Propioseptif : Normal.

Diskriminasi dua titik : Normal.

- Otonom

Buang air besar: Normal.

Buang air kecil : abnormal (incontinense)

Berkeringat: Normal.

Fungsi Luhur

Memori : Baik.

Kognitif: Baik.

Bahasa: Baik.

- Pemeriksaan Koordinasi

Disdiadokinesia : -

Tes telunjuk hidung: Baik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 06/04/2015 (SILOAM HOSPITAL)

Laboratorium 07/04/2015 (SILOAM HOSPITAL)

Laboratorium 08/04/2015 (RS. POLRI)

Pemeriksaan CT-scan kepala dengan kontras (6 April 2015)

Lesi lobulated kistik kental ring enhancement multiple tersebar mencakup white matter lobus frontal kiri, corona radiata kiri dan lobus temporal kiri (diameter kisaran +/- 0,5 sampai 4,5 cm

Lesi-lesi tersebut disertai edema perifokal finger like mengakibatkan deviasi midline ke kanan, obliterasi ventrikel lateralis kiri kanan dan III serta pendesakan struktur intracranial hemisfer kiri cerebri

Gambaran meningitis

Edema cerebri

Sinusitis frontalis kanan, maksilaris kanan, dan ethmoidalis kanan kiri

Pemeriksaan Thorax

Kesan (6 April 2015):

COR tidak membesar

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Corakan bronchovaskular paru kasar

Fibrosis di lapangan tengah paru kanan

Diafragma licin, sinus costrofrenikus lancip

Tulang-tulang costae baik

( Proses spesifik paru kanan

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra,Cephalgia, sinusitis

Diagnosis Topis: Hemisphere sinistra, sinus frontalis dextra, sinus ethmoidalis dextra, sinus maxilaris dextra & sinistra

Diagnosis Etiologi: Sinusitis (infeksi perkontuinatum)

VI. DIAGNOSIS BANDING

Tumor Otak Sekunder / Metastasis

VII. TATALAKSANA

Umum

a. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, respiratory rate)

b. Breathing: menjaga oksigenisasi dan ventilasi baik; penghisapan lendir jika ada

c. Brain: pengendalian peninggian tekanan intra kranial; memonitor adanya muntah proyektil, bradikardia relatif, maupun nyeri kepala; menghindari hipertermia; pengendalian kejang.

d. Bladder: menjaga agar output urin tetap lancar; jika ada retensio urin dipasang kateter.

e. Bowel: menjaga nutrisi seimbang (25-30 kkal/kgBB/hari) dan pencegahan adanya obstipasi

Khusus

Medikamentosa

i. Antibiotika: Inj.Ceftriaxone 1x2gr

ii. Neuroprotektor: inj.Citicolin 1x2 amp

Inj.Metycobalamin 3x1 amp

iii. Steroid: Inj. Dexamethason 3x 1 amp

iv. Obat-obatan untuk pencegahan gejala lain

1. Ranitidin 3x50 mg injeksi

Nonmedikamentosa: pengendalian faktor resiko

VIII. ANALISA KASUS

TEORI

KASUS

Definisi :

Perjalanan penyakit progresif dan terdapat riwayat infeksi

Progresif :

Anggota gerak (tangan dan kaki kanan) terasa lebih lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari semakin lemah, sehingga membuat pasien sulit untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit untuk berjalan

Riwayat infeksi :

Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah mengalami riwayat infeksi, namun dapat dilihat berdasarkan gejala yang dialami pasien

Etiologi :

(penyebaran hematogen, penyakit immunologic, sinusitis, otitis, mastoiditis, dll)

Berdasarkan gejala :

Sinusitis (

Pasien juga merasakan adanya rasa nyeri pada bagian wajah (pipi kanan & kiri), kening sejak 3 bulan SMRS yang hilang timbul, ia juga merasanya adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena nyeri yang dialaminya

Sinusitis (2 major / 1 major + 2 minor)

Major : nyeri wajah/ rasa tertekan, onstruksi nasal, penghidu menurun, wajah terasa penuh/kongesti, sekret nasal (purulent), pus pada rongga nasal)

Minor : demam, fatigue, halitosis, nyeri gigi, nyeri/tekanan pada telinga)

Manifestasi & Pem.Fisik:

Tanda defisit neurologis (fokal )

-Hemiparese dextra

- Disartria

- NC : parese NC V motoric, NC VII motoric, NC XI, NC XII

- Motorik :

3333

5555

3333

5555

Reflex Patologis :

Ekstremitas Atas

Hoffman: + / -

Trommer: +/ -

Ekstremitas Bawah

Babinski : + / -

Schaefer : + / -

Chaddock : + / -

Oppenheim : + / -

Gordon : + / -

Pemeriksaan Penunjang :

MRI dengan kontras

Lesi lobulated kistik kental ring enhancement multiple tersebar mencakup white matter lobus frontal kiri, corona radiata kiri dan lobus temporal kiri (diameter kisaran +/- 0,5 sampai 4,5 cm

Lesi-lesi tersebut disertai edema perifokal finger like mengakibatkan deviasi midline ke kanan, obliterasi ventrikel lateralis kiri kanan dan III serta pendesakan struktur intracranial hemisfer kiri cerebri

Gambaran meningitis

Edema cerebri

Sinusitis frontalis kanan, maksilaris kanan, dan ethmoidalis kanan kiri

Tatalaksana :

Konservatif > Operatif

( Abses multiple

- Medikamentosan :

i. Antibiotika:

Inj.Ceftriaxone 1x2gr

ii. Neuroprotektor:

inj.Citicolin 1x2 amp

Inj.Metycobalamin 3x1 amp

iii. Steroid:

Inj. Dexamethason 3x 1 amo

iv. Obat-obatan untuk pencegahan gejala lain

1. Ranitidin 3x50 mg injeksi

ABSES SEREBRI

I. DEFINISI

Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang . Pada umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septik dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak.

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perban-dingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.

Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia2 sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya, menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki- laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan - 50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).

III. FAKTOR ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi:

1. Organisme aerobik:

Gram positif: Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus

Gram negatif: E. coli, Hemophilus influenza, Proteuss, Pseudomonas

2. Organisme anaerobic : B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.

3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia

4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).

Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.

Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis.

Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis.

Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.

Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.

Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.

Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.

Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis, Candida albicans)

20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.

IV. PATOGENESIS

Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi serebral, sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya infeksi pada otak.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.

V. NEUROPATOLOGI DAN GAMBARAN CT- SCAN

Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha hemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses. 10

1. Early cerebritis (hari 1 3 )

2. Late cerebritis(hari 4 9 )

3. Early capsule formation (hari 10 13 )

4. Late capsule formation (hari 14 atau lebih)

Early cerebritis

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.

Gambaran CT Scan :Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.

Late cerebritis

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim- enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.

Gambaran CT-Scan :Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen - menunjukkan adanya cerebritis.

Early capsule formation

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat.

Gambaran CT-Scan :Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.

Late capsule formation

Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul.

Gambaran CT-Scan :Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.

VI. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya. Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal

Tanda dan gejala yang muncul biasanya selama 2-3 minggu secara progresif. Onset yang dimilikinya lebih gradual, dan mungkin akan berkembang secara akut pada pasien dengan immunocompromised. Gejala klinik yang muncul :

Toxicity : demam, malaise

Raised intracranial Pressure : nyeri kepala, muntah, sampai gangguan kesadaran

Focal Damage : hemiparesis, disfasia, ataksia, nistagmus

Epilepsy (general / parsial ) sebanyak 30 %

Infection Source : nyeri tekan pada mastoid atau sinus, cairan telinga

Neck stiffness : karena munculnya tanda meningitis atau herniasi tonsilar (25%)

Gejala berdasarkan presentase :

Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-90%)

Muntah-muntah (25-50%)

Kejang-kejang (30-50%)

Gejala-gejala pusing, vertigo, ataxia (pada penderita abses cerebelli)

Gangguan bicara (19,6%), hemianopsis (31%). Unilateral midriasis (20,5%) yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. (pada penderita abses temporal)

Gejala fokal (61%) (pada penderita abses supratentorial)

1)Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel

2)Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsikomplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik

3)Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,dismetri dan nistagmus.

4)Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Laboratorium

Pemeriksaan darah :

( LED, leukositosis, dapat ditemukan kultur darah 10%

b) EEG (electroencephalogram)

Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses

c) Pencitraan

Xray : untuk mendiagnosis adanya infeksi pada sinus dan mastoid

CT Scan : pada penyakit infeksi serebral dapat terlihat normal atau pun densitas yang rendah. Namun pada abses yang prgresif akan terlihat :

Pada abses yang terdapat di beberapa lokasi, dapat dipikirkan adanya sumber hematogen.

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses otak. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cincin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada sebagian kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari masa putih dan menjelaskan mengapa abses biasanya berkembang di medial.

MRI : pada infeksi serebral akan lebih terlihat jelas dengan menggunakan MRI khususnya stadium yang terkena, namun teteap belum dapat menyingkirkan dari patologi lainnya.

d) Lumbal pungsi :

kontaindikasi dilakukannya tindakan ini yaitu apabila terdapat masa sehingga dapat mendesak jaringan sekitarnya seperti terdapat tanda midline shift yang terlihat pada pencitraan. Apabila LCS dapat diperoleh akan menunjukan hasil peningkatan protein, peningkatan sel darah putih. Pewarnaan gram juga akan menunjukan hasil positif.

VIII. PENATAKSANAAN

Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.

Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.

Etiologi

Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus

Meropenem

Penyakit jantung sianotik

Penissilin dan metronidazole.

Post VP-Shunt

Vancomycin dan ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis

Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter

Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida

1) Tabel 1. Prinsip pemilihan antibiotik pada abses otak.14

Sumber : Bacteriological study of photogenic cerebral abscess. In: Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J, 2009.

Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif.

Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceftazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penisilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Dosis obat

Frekwensi dan rute

Cefotaxime

(50-100 mg/KgBB/Hari)

2-3 kali per hari, IV

Ceftriaxone

(50-100 mg/KgBB/Hari)

2-3 kali per hari, IV

Metronidazole

(35-50 mg/KgBB/Hari)

3 kali per hari, IV

Nafcillin

(2 grams)

setiap 4 jam, IV

Vancomycin

(15 mg/KgBB/Hari)

setiap 12 jam, IV

Tabel 2. Dosis dan cara pemberian antibiotik pada abses otak.14

Sumber : Bacteriological study of photogenic cerebral abscess. In: Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J, 2009.

Penggunaan antibiotik intravena selama 2-3 minggu dan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 3-4 minggu.

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravena, dan ditapering dalam 3-7 hari.

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.

Terapi optimal dalam mengatasi abses otak adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.

Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yang terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).

IX. KOMPLIKASI

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh masa abses otak

X. PROGNOSIS

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50% penderita.

XI. KESIMPULAN

Abses otak merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, fungus dan protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi (rata-rata 40%), sehingga tergolong kelompok penyakit life threatening infection. Sebagian besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan perempuan (3:1), yang berusia produktif (20-50) tahun.

Abses otak timbul akibat penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis dan mastoiditis. (35-65%). Abses dapat juga timbul secara hematogen, menurunnya system kekebalan tubuh (akibat penyakit kronis, immunology), Tetralogi Fallot (abses multiple) dan trauma luka tusuk keotak, parasit dan lain- lain.

Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4 tahap. Umumnya gejala-gejala yang timbul sama dengan gejala-gejala peninggian tekanan intra cranial. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan umumnya dilakukan dengan tindakan bedah (aspirasi atau eksisi) dan pemberian antibiotik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Syaraf. FKUI. Jakarta.

2. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

3. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

4. Xiang Y .Han et al :Fusobacterial brain abscess A review of five cases and analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99.

5. Britt, Richard H : Brain Abscess, J. Neurosurg. 1985; vol.3.

6. Yang. SY :Brain Abscess ; A review of 400 cases, J. Neurosurg, 1981.

7. Garfield JS ; Primary excision of brain abscess, British Med. J., 1977

8. Fischbein Charles A. et al Risk factors for brain abscess in patients with congenital heart disease; The American.J of Cardiology, July 1974

9. Keogh. AJ :Bacteriology of abscesses of the CNS ; British Med. J, 1977.

10. Choudhury AR, Taylor et al; Primary excision of brain abscess, British Med. Journal, 1977.

11. Richard H., Setti S. Rengachary :Brain Abscess; Neurosurg; Mc.Graw-Hill Company, New York, 1985, vol.1

LAPORAN KASUS

Pembimbing:

dr. Joko, SpS

Penyusun:

Nama: Desi Adiyati

NIM: 2010-071-0104

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto

Periode 30 Maret 2 Mei 2015


Recommended